BAB V. DRAMA PERANG KATOLIK-PROTESTAN
Kisaran tahun
1520-an,terjadi perang besar di Pravia, Perancis. Perang antara kerajaan
Perancis dengan Kekaisaran Romawi Suci (dinasti Habsburg). Kerajaan Perancis
dipimpin oleh Francois I, sedangkan Kekaisaran Romawi Suci dipimpin Charles V. Di
perang itu, Francois I ditawan pihak dinasti Habsburg. Charles V memenangkan
pertempuran.
Ibu Francois I, Louise de
Savoie bertindak. Ia mengirimkan utusan kepada Sultan Utsmani, Sulaiman al
Qanuni di Istanbul untuk meminta bantuan membebaskan Francois I. Kala itu
Utsmani menjadi adidaya, baik dari sisi militer sampai aqidah. Islam adalah
primadona di abad pertengahan.
Sebelumnya Francois I telah
menjalin hubungan dengan Sultan Utsmani. Mereka turut membayar jizya pada
Sultan Utsmani. Ini pertanda ketundukan bangsa Prancis pada Kesultanan Islam. Sejak
takluknya Konstantinopel di tangan Sultan Muhammad Al fatih, banyak kerajaan
Eropa berbondong-bondong membayar jizya pada Utsmaniyah.
Jizya adalah pengganti
zakat bagi kafir dhimmi. Bagi kaum muslimin maka wajib membayar zakat mal. Kini jizya
tak dikenali lagi. Bahkan oleh jamak kaum muslimin. Justru jaman jadi terbalik.
Muslimin yang dikenakan pajak. Inilah tanda kekalahan Islam.
Berita bantuan dari Utsmani
membuat Charles V jadi ketakutan. Dia berupaya membangun aliansi juga. Dia membangun
aliansi dengan Dinasti Syiah di Persia. Selain itu Charles V juga menghimpun
kekuatan di Eropa. Dia mengadakan dewan pertemuan rutin yang disebut “Diet of
Worms”, di wilayah Jerman. Kesultanan Utsmani menjadi momok kaum eropa.
Filsafat
mempengaruhi banyak kaum eropa untuk tak lagi percaya pada Gereja. Lalu muncul
tokoh yang mendengungkan perlunya reformasi total di tubuh Gereja. Itulah Marthin
Luther. Tahun 1517 Luther mengeluarkan publikasi tentang 95 thesis yang isinya
mengkritik “kebenaran” Gereja. Luther mengawali dengan mengkritik mekanisme
indulgensi dalam Gereja. Ia berpendapat bahwa keselamatan hanya oleh iman saja
(sola fide) tanpa mengacu pada perbuatan baik, sedekah, penebusan dosa, atau
sakramen Gereja. Luther juga menantang otoritas Gereja dengan mempertahankan
bahwa semua doktrin dan dogmata Gereja yang tidak ditemukan dalam Al Kitab
harus dibuang (solo scriptura).
Tesis
95 Luther itu ternyata memiliki banyak pengikut. Mereka itu yang kemudian
disebut Luthern. Mereka mendesak dilakukannya perubahan dalam tubuh Gereja,
termasuk ajaran teologisnya.
“Diet
of Worms” yang dipimpin Charles V menghasilkan putusan yang disebut “Edict de
Worms”. Salah satu isinya menyatakan bahwa ajaran Luther sebagai sesat alias
bid’ah dan harus diperangi. Akibatnya, banyak pengikut Luthern yang dikejar
kalangan Gereja. Kaum yang mendesak reformasi Gereja diburu dimana-mana.
Keluarnya
Edict de Worms menimbulkan gejolak protes. Para bangsawan yang sebelumnya
mengikuti Luthern bersatu dan mengirimkan surat protes. Protes itu diajukan
dalam Diet Speyer tahun 1529. Inilah yang menghasilkan Kristen Protestan. Dampaknya kaum Nasrani menjadi terbelah.
Charles
V secara resmi melarang Protestan menjadi agama di Kekaisaran Romawi Suci. Alhasil
perang terjadi dimana-mana, “eropa springs” melanda Eropa. Kaum eropa saling
perang satu sama lain. Kini jaman jadi terbalik, para muslimin sibuk berkelahi
satu sama lain, terbelah dalam banyak golongan. Sementara dunia dikendalikan
para kuffar.
Merebaknya
protestan menyulut perang panjang di belantara Eropa. Faktor politik ikut
mendasari perang. Kerajaan Belanda yang dulunya bagian dari Kerajaan Spanyol,
mulai perang untuk lepas dari Spanyol. William of Orange memimpin kaum Belanda
melawan Spanyol. Keberhasilan William of
Orange mengalahkan pasukan Spanyol membuatnya dielu-elukan. Itulah kemenangan
pertama kaum Protestan atas Katolik.
Pengikut
protestan dilabelkan dengan ‘Huguenots”. Penganut protestan semakin banyak
hingga 400 ribu. Hal ini membuat Raja Francois I kerepotan. Tapi perang tak
berhenti hingga kerajaan Prancis dipegang oleh Raja Charles IV. Tanggal 24 Agustus
1572, terjadi peristiwa luar biasa. Kerajaan Perancis menggelar hajatan besar.
perayaan atas peringatan kematian Santo Bartholomeus. Sekitar empat ribu
protestan diundang, mereka hadir. Kemudian para Huguenots (protestan) itu
dibantai dengan makanan yang diracun.
Tahun
1589, seorang pangeran dari penganut Protestan didaulat menjadi Raja Perancis. Dia
mendapat nama Raja Henry IV. Kerajaan Spanyol tidak terima. Mereka membantu
keluarga kerajaan yang menganut Katolik. Ratu Inggris, Elizabeth I ikut turun
juga, Ratu mendukung Protestan. Ratu Elizbeth I mengirim pasukan 5000 tentara
ke Perancis untuk membantu Henry IV. Raja Henry menang perang. Perjanjian damai
disepakati antara Perancis dan Spanyol, yang disebut perjanjian Vervins.
Perang
protestan juga terjadi di kerajaan Germana. Puncaknya terjadi perdamaian di
Augsburg. Perjanjian itu mengakui agama Protestan di Jerman. Perang juga
berkobar di eropa timur. Kerajaan-kerajaan pengikut setia katolik seperti
Prancis, Spanyol, Jerman bersatu melawan orang-orang protestan. Sementara kerajaan
Inggris membantu para protestan.
Dibalik
perang saudara di eropa itu, mencuat pula sistematika perekonomian baru. Di kerajaan
Inggris, yang tak lagi tunduk pada Gereja di Roma, berlangsung kesepakatan
tentang dibolehkannya riba dijalankan. Raja Inggris terlibat pinjaman uang
dengan sejumlah pengusaha uang, rentenir, untuk menutupi biaya perang kerajaan.
Perjanjian antara Raja Inggris dan sekelompok pedagang uang yang kebanyakan kaum
Yahudi, menimbulkan dampak di kemudian hari.
Sejak
itu dimulai era Bank, yang berasal dari kata ‘banco’. Bank secara resmi
mendampingi Raja dan mengatur perekonomian sebuah kerajaan. Di kemudian hari
institusi ini lah yang mengatur dan mengontrol kendali suatu kerajaan atau
negara.
Puncak
drama perang selama 30 tahun itu berakhir dalam perjanjian westphalia. Ini lah
perjanjian perdamaian antara pengikut katolik dengan protestan. Salah satu
isinya mengakui Swiss dan Belanda sebagai negeri yang merdeka dari Spanyol dan
Perancis. Pengikut protestan menang. Westphalia membawa kaum eropa menemukan
bentuk baru dalam kehidupan. Monarkhi menjadi musuh bersama. Gereja tak
dianggap sebagai tempat layak untuk diikuti. Tuhan dianggap tak hadir lagi di
bumi. Kitab suci bukan sebagai rujukan. Filsafat, cara pikir rasio berkembang pesat.
Isu tentang republik, demokrasi, dan konstitusi menjadi pijakan ke depan dalam
membangun sebuah negara. Di situlah dimulainya.
lanjut BAB VI : Jatuhnya Monarkhi Inggris di Tangan Bankir
Komentar