DIAN ADI SAPUTRA 2013, FAKULTAS PETERNAKAN UNSOED
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sebagian besar
memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peternakan merupakan salah satu
usaha di bidang pertanian yang menjalankan kegiatan memelihara dan
mengembangbiakkan hewan ternak untuk diambil manfaatnya. Saat ini, usaha
peternakan di Indonesia dilakukan pada skala besar (perusahaan) dan skala kecil
(peternakan rakyat). Sebagian besar masyarakat pedesaan memelihara ternak
sebagai usaha sampingan. Usaha sampingan dilakukan karena pendapatan yang
didapat dari pekerjaan utama belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Beternak sapi potong merupakan sub
sektor peternakan yang sering dilakukan sebagai usaha sampingan oleh masyarakat
pedesaan. Harga daging yang mahal serta nilai jualnya yang tinggi menjadikan masyarakat
tertarik untuk memelihara sapi potong, Sudarmono dan Sugeng (2008) menyatakan
bahwa ternak potong merupakan salah satu penghasil daging yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Selain itu
sapi potong mudah beradaptasi
dengan lingkungan, mudah dipelihara dan sanggup mencerna makanan sederhana.
Keuntungan yang
didapat dari beternak sapi potong sebagai usaha sampingan sering tidak
memuaskan peternak. Hal ini mengakibatkan kontribusi pada penghasilan rumah
tangga sangat sedikit, sehingga tidak meningkatkan kesejahteraan peternak. Pada
umumnya para peternak terkadang tidak menyadari pengeluaran harus
diperhitungkan setiap periode/ panen. Permasalahan yang sering terjadi pada
peternakan rakyat adalah tidak diperhitungkannya biaya biaya tetap. Sehingga
keuntungan yang diperoleh kurang dapat menggambarkan keuntungan yang
sesungguhnya, dengan demikian akan sulit menghitung kapan modal yang ditanam
dapat kembali (Ningsih, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dkk
(2014) di desa Sukolilo, Kabupaten Malang, menyatakan bahwa kontribusi
pendapatan usaha ternak sapi potong pada pendapatan rumah tangga petani
peternak termasuk rendah yaitu sebesar 6,8%. Selain itu penelitian dari
Trigestianto dkk (2013) juga menyatakan bahwa peternak sapi potong di Kabupaten Purbalingga termasuk
dalam kategori kurang sejahtera dengan Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga
Peternak (NTPRP) < 1 51.42% dimana peternak menjalankan usaha ternak sapi
potong sebagai usaha sambilan.
Dari kondisi yang terjadi,
perlu dilakukan upaya yang dapat meningkatkan keuntungan beternak sebagai usaha
sampingan. Upaya tersebut adalah dengan menghitung biaya-biaya produksi yang
dikeluarkan, baik berupa biaya tetap dan biaya variabel. Dengan diketahuinya
biaya-biaya tersebut, maka penerimaan atas produk dapat dianalisis sehingga
memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Analisis pendapatan berfungsi untuk
mengukur berhasil tidaknya suatu usaha, menentukan komponen utama pendapatan
dan apakah komponen tersebut masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan
usaha berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua
sarana produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang runci
tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang, 1993).
1.2 Tujuan
Tujuan dari program ini
adalah meningkatkan pendapatan masyarakat yang memiliki ternak sebagai usaha
sampingan.
1.3 Manfaat
Manfaat dari
program ini adalah menyadarkan masyarakat peternak mengenai pentingnya
memperhitungkan biaya-biaya dalam kegiatan usaha.
II. GAGASAN
2.1 Kondisi Kekinian
Sapi potong
merupakan usaha yang telah lama digeluti oleh peternak dan berpotensi ekonomi
tinggi karena mudah beradaptasi dengan lingkungan, mudah dipelihara dan sanggup
mencerna makanan sederhana (Damayanti (2010)
dalam Trigestianto dkk (2013). Saat ini
usaha ternak sapi yang dilakukan sebagian peternak adalah sebagai pendamping
bagi usahatani padi sawah, banyak peternak yang menjadikan ternak sapi sebagai
tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual apabila peternak membutuhkan uang (Setiawan dkk, 2014).
Usaha ternak sapi potong di Indonesia
sebagian besar masih merupakan usaha peternakan rakyat yang dipelihara secara
tradisional. Pendapatan
yang diperoleh dari penjualan sapi potong belum dapat meningkatkan
kesejahteraan peternak karena dalam menentukan harga jual hanya berdasarkan
spekulasi atau perkiraan. Keuntungan yang diperoleh juga sangat sedikit karena
biaya produksi yang tinggi serta kurang efisien dalam penggunaan modal dan
sarana produksi. Menurut Ningsih (2010), permasalahan yang
sering terjadi pada peternakan rakyat adalah tidak diperhitungkannya
biaya-biaya tetap. Sehingga keuntungan yang diperoleh kurang dapat
menggambarkan keuntungan yang sesungguhnya, dengan demikian akan sulit
menghitung kapan modal yang ditanam dapat kembali.
2.2 Solusi yang Pernah Dilakukan
Solusi
yang pernah dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan peternak adalah dengan
melalui bantuan dan bimbingan dari pemerintah melalui program-program bantuan.
2.3 Peluang Perbaikan Kondisi Kekinian
Blanko
Penjamin Kesejahteraan Peternak Rakyat (BPKPR) dapat meningkatkan kesejahteraan
secara pasti bagi petani yang memelihara ternak sebagai usaha sampingan. Dengan
BPKPR ini, biaya-biaya produksi diperhitungkan untuk menentukan harga jual
ternak sehingga penerimaan yang diperoleh peternak dapat memberikan keuntungan
yang maksimal. Selain itu dengan BPKPR, diharapkan dapat memicu peternak untuk
semakin giat dengan meningkatkan jumlah ternak yang dipelihara dan meningkatkan
sarana-sarana produksi, dengan demikian usaha ternak yang hanya sampingan
berkembang menjadi usaha utama.
2.4 Pihak-pihak yang Dapat Membantu Mengimplementasikan
Gagasan
Pelaksanaan
gagasan BPKPR yang ditujukan kepada para peternak memerlukan berbagai dukungan
dari berbagai pihak yang terkait, yaitu :
Pemerintah : peran
pihak pemerintah melalui departemen pertanian, ikut mendukung gagasan dengan
memberikan informasi atau penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang memiliki
usaha ternak sampingan mengenai adanya BPKPR. Selain itu, pihak pemerintah
dalam hal ini adalah kepala dinas peternakan daerah setempat ikut memberikan
kesaksian, dan bertanggungjawab dalam penentuan harga jual yang ditetapkan oleh
pemilik ternak.
Akademisi : Peran pihak akademisi yaitu memberikan pengetahuan
dan wawasan kepada peternak mengenai bagaimana cara memelihara ternak yang
baik, serta memberikan pengarahan tentang penentuan biaya-biaya produksi yang
diperlukan, agar para peternak dapat memahami bagaimana mereka harus mengisi
segala biaya yang dikeluarkan pada BPKPR.
Masyarakat : Peran masyarakat yaitu ikut serta dalam
mensukseskan program dengan ikut mengimplementasikan melalui usaha ternak baik
sebagai usaha sampingan maupun usaha utama. Masyarakat juga perlu untuk
memahami pentingnya memperhitungkan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan
keuntungan usaha.
2.5 Langkah-langkah Strategis yang Harus
Dilakukan
Membuat program
BPKPR
Koordinasi
dengan instansi terkait untuk pemantapan program
Mensosialisasikan
program kepada masyarakat khususnya yang memiliki usaha ternak dengan
melibatkan akademisi
Pengisian BPKPR
oleh masyarakat peternak dengan bimbingan
KESIMPULAN
Gagasan yang
diajukan
Berdasarkan permasalahan utama yang
terjadi yaitu kurangnya keuntungan yang didapat dari usaha ternak sampingan,
maka penulis mengajukan gagasan Blanko Penjamin Kesejahteraan Peternaka Rakyat
(BPKPR)
Teknik
implementasi
Implementasi gagasan dilakukan dengan
melakukan kerjasama dengan instansi terkait yaitu Dinas Peternakan setempat,
kemudian gagasan disosialisasikan kepada masyarakat yang memiliki ternak
sebagai usaha sampingan, masyarakat mulai mengisi segala biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam usahanya pada BPKPR, masyarakat dapat menentukan harga jual
ternak berdasarkan data biaya, produktifitas ternak, dan harga jual di pasaran.
Prediksi hasil yang
diperoleh
Adanya
BPKPR memudahkan masyarakat yang memiliki ternak sebagai usaha sampingan dalam
menentukan harga jual ternaknya. Masyarakat juga menjadi lebih memperhatikan
pemeliharaan ternak agar ternak memiliki nilai jual yang tinggi. Dengan BPKPR ini,
penjualan dari ternak dapat menambah pendapatan peternak karena keuntungan
pasti yang diperoleh sehingga meningkatkan kesejahteraan hidup.
BLANKO
PENJAMIN KESEJAHTERAAN PETERNAK RAKYAT (BPKPR)
Modal :
Kandang :
Peralatan :
...
Biaya
tetap :
Biaya
variabel :
Pakan :
Obat :
Listrik :
...
Jumlah
biaya :
Harga
jual per Kg di pasar :
Harga
impas (BEP) dalam rupiah :
(BEP) dalam Kg / produksi minimal :
Penerimaan : harga jual x produk
Foto
ternak :
Peternak
NAMA
|
Kepala Dinas Peternakan
NAMA
|
DAFTAR
PUSTAKA
Ningsih, U. W.
2010. Rentabilitas Usaha Ternak Sapi
Potong di Desa Wonorejo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. J. Ternak Tropika Vol. 11,
No.2:-48-53
Sudarmono, A.S
dan Sugeng, Y. B. 2008. Sapi Potong. Penebar
Swadaya. Jakarta
Trigestianto, M.,
S. Nur., dan M. Sugiarto. 2013. Analisis Tingkat Kesejahteraan Peternak Sapi
Potong Di Kabupaten Purbalingga (Analysis Of The Level Of Welfare Of Beef
Cattle Breeders In Kabupaten Purbalingga) . Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1158 -1164
Setiawan,
H. M., B. Hartono., H. D. Utami. 2014. Konstribusi
Pendapatan Usahaternak Sapi Potong Terhadap Pendapatan Rumahtangga Petenak (Studi
Kasus Di Desasukolilo Kecamatan Jabung Kabupaten Malang). Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
Aritonang,
D. 1993. Perencanaan dan Pengelolaan
Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta
Damayanti, M. Sistem
Usaha Ternak Sapi Potong Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Komentar