RANGKUMAN BUKU "KEMBALINYA HUKUM ISLAM, MATINYA POSITIF LAW"
KARYA IRAWAN SANTOSO
BAB III. AWAL FILSAFAT MEREBAK DI BARAT
BAB III. AWAL FILSAFAT MEREBAK DI BARAT
Seseorang yang lahir di
Italia bernama Thomas Aquinas mempelajari tentang filsafat yang dikemukakan
oleh Ibnu Rusyd di dunia Islam. Ibnu Rusyd merupakan sosok yang membuka pintu
filsafat dalam Islam, dia mengkaji keterbatasan filsafat di bawah supremasi Wahyu.
Namun karyanya dicuri oleh sekelompok Murabitun di Andalusia dan memicu
berkembangnya pemikiran baru di dunia barat tanpa adanya batasan dari supremasi
Wahyu dan syariah.
Thomas Aquinas menjadi
uskup di Roma dan mengajarkan permikirannya yang berdasarkan filsafat di
biara-biara. Karyanya tentang Ajaran Ketuhanan (summa teologia) dan tentang
Pemerintahan Raja-raja (De regimme prinsipun) memulai pembacaan kitab injil
dengan mengenakan filsafat klasik Yunani kuno. Dia menuangkan tentang ajaran
dua belah pedang (tweeze warden theorie) yang terinspirasi dari istilah “ulama”
dan “umara” dalam dunia Islam. Dua pedang dalam dunia Nasrani adalah Gereja dan
raja. Muncullah pemikiran Skolastik.
Skolastik artinya ”Guru”,
pemikiran ini juga didukung oleh Albert Agung, Johannes Fidanza alias
Bonaventura, dan Yohanes Duns Scotus sebagai tokoh Kristen. Mereka terpengaruh
oleh filosof Islam. Filsafat mulai digunakan untuk membaca agama Nasrani,
dimana saat itu Gereja masih melarang filsafat sebagai ajaran yang sesat.
Pemikiran Skolastik
mengajarkan bahwa semua benda berasal dari Tuhan. Tuhan adalah dasar dari
kebaikan tertinggi, tidak sekedar dasar keberadaan semua benda di dunia. Dengan
kekuasaan-Nya, mampu menyatukan semua kembali. Tuhan menciptakan dunia ini agar
Dia mampu mengenal Diri. Tak hanya menciptakan, tetapi juga melestarikan dan
menata dunia dengan hukum-hukum alam dan dengan kekuatan malaikat.
Tuhan memberikan “fitrah”
atau “bentuk” pada setiap makhluk dalam kebajikan. Agar mereka dapat menjadi
seperti mereka dan mencari apa yang sesuai untuk dirinya. manusia berbeda dari
makhluk lainnya, manusia memiliki ambisi spiritual untuk mengenali Tuhan. Dari sini
lah terdapat satu-satunya pemenuhan diri, manusia dapat memilih atau ingkar terhadap
peluang agung ini. Sehingga muncullah manusia pendosa atau yang melanggar
aturan Tuhan. Secara fitrah manusia berorientasi pada dunia kodrati, karena
manusia diciptakan dengan memiliki pengetahuan tentang Tuhan.
Dampak yang dilakukan
Aquinas dari pendekatannya ini cukup besar di dunia Nasrani. Sementara ulama-ulama
Nasrani tidak mampu membendung serangan pemikiran filsafat ini. Hukum yang
berlaku di masa itu adalah the living law, yakni hukum Gereja yang bersumber
dari Kitab Taurat karena Injil sangat sedikit mengatur tentang “syariat”,
sehingga hukum bercampur antara dari kitab suci dan pengaruh Raja.
Pada masa itu, hukum
beradasarkan hukum penguasa. Socrates menentang hal tersebut, ia menganggap
bahwa hukum tidak dapat ditentukan oleh perorangan. Harus ada norma yang mampu
mengukurnya. Keadilan tidak hanya ditentukan oleh penguasa tetapi juga harus
melibatkan masyarakat. Pemikiran ini lah menjadi rujukan Aquinas.
Aquinas menyatakan bahwa
jika hukum alam sebagai hukum tertinggi tidak mampu menurunkan suatu aspek
hukum maka hukum alam dianggap sebagai cacat hukum. Hukum alam bermakna
rasionalitas atas segala sesuatu dimana Tuhan yang menjadi penguasa. Aquinas membagi
aturan (hukum) menjadi empat bagian yaitu : Lex aeterna. Aturan adalah rasio Tuhan dan merupakan segala sumber
hukum. Lex divina. Rasio Tuhan yang
bisa ditangkap manusia berdasarkan waktu. Lex
naturalis. Hukum alam atau lex aeterna dalam rasio manusia. Lex positiv. Hukum yang berlaku adalah
pelaksanaan hukum alam oleh manusia berdasarkan syarat yang diperlukan keadaan
dunia.
Hukum alam dibagi lagi oleh
Aquinas menjadi principia prima dan principia secunderia. Principia prima
adalah azas yang dimiliki manusia semenjak dilahirkan yang tak dapat diubah,
contohnya :10 perintah Tuhan dalam Nasrani, sementara principia secunderia
merupakan azas turunan principia prima yang dapat berubah sesuai waktu dan
tempat. Principia secunderia sendiri adalah penafsiran manusia terhadap
principia prima.
Dari sini, akal manusia
mulai digunakan sebagai patokan aturan (hukum) berdampingan dengan hukum yang
berasal dari Tuhan. Filsafat mulai
digemari di dunia barat. Penelusuran tentang kebenaran, Tuhan, manusia, alam
semesta sampai aturan hukum menjadi bahan pemikiran ala akal manusia (rasio).
Komentar